JEJAK EKOLOGI
A.
Ekological
Footprint / Jejak Ekologi
a. Pengertian
Ecological Footprint adalah alat bantu untuk dapat kita pergunakan dalam mengukur penggunaan sumberdaya dan kemampuan menampung limbah dari
populasi manusia dihubungkan dengan kemampuan lahan, biasanya dinyatakan dalam
hektar. Ecological Footprint dapat digunakan sebagai ukuran prestasi
kita dalam mendukung keberlanjutan bumi ini, dan menjadi indikator terbaik dan
efisien dalam mendukung keberlanjutan kehidupan. Alat ukur ini menjadi penting
dalam konteks untuk mengetahui apakah kegiatan konsumsi yang kita lakukan masih
dalam batas daya dukung lingkungan ataukah sudah melewatinya, dengan kata lain
masih dalam surplus ataukah sudah dalam defisit (penurunan kualitas)
ekologi.
Ecological Footprint secara sederhana dapat ditentukan dengan menelusuri
berapa besarnya konsumsi sumberdaya alam (baik berupa produk ataupun jasa),
serta sampah yang kita produksi dan disetarakan dengan area permukaan bumi yang
produktif secara biologis dalam satuan luasan hektar (ha).
b. Konsep
Ecologi footprint
Tapak ekologi (Ecological
Footprint) adalah konsep untuk mencermati pengaruh manusia terhadap
cadangan dan daya dukung bumi
Memahami tapak
ekologi memungkinkan untuk melihat seberapa besar kekayaan alam (‘renewable’)
yang masih tersisa, dan seberapa besar pengaruh konsumsi manusia terhadap
ketersediaannya
Tapak ekologi
atau ecological footprint adalah perangkat analisis untuk mengukur dan
mengomunikasikan dampak pemanfaatan sumber daya pada lingkungan. Komponen yang
dianalisis dalam tapak ekologi adalah penggunaan energi langsung.
·
material dan limbah
·
pangan
·
transport personal
·
air
·
bangunan
c. Perilaku konsumen
Jika manusia
(secara keseluruhan, kaya ataupun miskin) menjadi tertuduh atas penyebab
kerusakan lingkungan dan perubahan iklim, apa yang bisa dilakukan. Sekarang ini
target yang dilakukan oleh para pembela lingkungan adalah bagaimana sesegera
mungkin orang dapat mengubah pola gaya hidup dan perilaku.
Ada empat faktor
yang diperkirakan dapat menentukan perubahan bagi perilaku manusia, baik secara
individual maupun kolektif yaitu :
1. Nilai-nilai
moral dan budaya didalamnya termasuk nilai keagamaan yang mengkristal. Dengan
keyakinan, seseorang akan terdorong untuk tidak cenderung merusak atau
melakukan sesuatu berlebih-lebihan. Misalnya agama sangat menganjurkan manusia
tidak berlaku boros dan bertindak mubazir. Di lain pihak, budaya pula yang
dapat mendorong atau menahan seseorang berperilaku konsumtif dan hedonis.
2. Pendidikan,
yang diharapkan mampu meningkatkan kapasitas seseorang, baik individu maupun
kolektif, dalam menyikapi dan mengubah diri untuk mendukung gaya hidup yang
lebih ramah lingkungan.
3. Perundang-undangan
atau aturan dan tata kerja yang jelas, yang mendorong manusia tidak akan secara
sembrono menguras sumber daya alam. Kealpaan dalam menerapkan sistem legal ini
sangat krusial dan pernah terjadi di Indonesia, sehingga tidak ada ketentuan dan
pembatasan kepemilikan hak pengusahaan hutan. Seorang taipan pernah
diperbolehkan menguasai konsesi hingga 5 juta hektare dan berhasil mempercepat
pengurasan sumber daya kemudian menimbulkan kerugian Negara.
4. Harga
pasar, yang mendorong seseorang bergerak mengeksploitasi sumber daya guna
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Contoh yang baik sekarang ini tengah
terjadi. Ketika crude palm oilmeninggi, animo dan nafsu para investor
serta pelaku bisnis akan lebih agresif guna membuka kebun-kebun sawit baru,
sehingga mereka harus menggusur hutan-hutan alam yang mempunyai nilai ekonomi
dan ekologi jangka panjang serta bermanfaat di masa yang akan datang.
Jejak ekologis
adalah ukuran seberapa besar kebutuhan manusia akan sumber daya alam
dibandingkan dengan ketersediaannya di bumi. Misalnya, saat membeli sebuah
pakaian baru berarti kita telah menghabiskan sejumlah sumber daya alam.
Katakanlah sekian liter air digunakan untuk menyirami si pohon kapuk yang akan
dijadikan kain. Selain itu kita juga menghabiskan sejumlah bahan bakar minyak
untuk mengangkut kapuk tersebut ke pabrik. Juga bahan bakar minyak untuk
menghidupkan mesin yang akan mengolah kapuk hingga menjadi kain.
Sebut saja kain
tersebut kemudian dijahit dengan menggunakan mesin jahit listrik, maka kita
juga telah menggunakan sejumlah energi dari batu bara untuk membangkitkan
sumber listrik. Kemudian bahan bakar minyak juga digunakan untuk mengangkut
pakaian yang telah jadi untuk dipasarkan. Jika pakaian ini adalah hasil impor
dari luar negri, tentu lebih banyak lagi bahan bakar yang dibutuhkan untuk
membuatnya sampai ke tangan kita.
Jejak kaki
ekologis menganalisa perbandingan kebutuhan manusia terhadap alam dengan
kemampuan alam untuk meregenerasi sumberdayanya. Jejak kaki ekologis diukur
dengan menganalisa jumlah dari lahan produktif darat dan laut yang dibutuhkan
untuk memenuhi konsumsi yang diperlukan manusia. Dalam metode penghitungan
jejak kaki ekologis, semua bentuk sumber daya alam dikonversi dalam sebuah
satuan pengukuran yang disebut global hektar (gha).
Dengan
menggunakan asesmen ini, memungkinkan untuk memperkirakan berapa banyak bagian
dari planet bumi yang akan dibutuhkan untuk mendukung kehidupan setiap orang
dengan gaya hidup yang dijalaninya.
B.
Penduduk
dan Daya Dukung Lingkungan
Manusia dengan
berbagai macam kegiatannya menghasilkan limbah. Ketika jumlah penduduk masih
sedidik terdapat keseimbangan antara jumlah limbah yang dibuang dengan
kemampuan pemurnian dari lingkungan sehingga lingkungan tidak mengalami
pencemaran atau tingkat pencemaran yang rendah (Soemarwoto, 1995).
Dengan makin
meningkatnya jumlah penduduk disuatu wilayah maka jumlah limbah yang dihasilkan
melampaui kemampuan lingkungan untuk memurnikan diri akibatnya terjadilah
pencemaran lingkungan.
Dihubungkan
dengan jumlah penduduk yang dapat ditampung oleh lingkungan hidup disuatu
wilayah secara berkelanjutan, konsep daya dukung menjadi lebih rumit karena
peranan yang unik dari kebudayaan manusia. Terdapat tiga factor kebudayaan yang
saling terkait secara kritikal dengan daya dukung suatu wilayah (ranganathan
dan daily, 2003) yaitu :
1. Perbedaan-perbedaan
individual dalam hal tipe dan kuantitas sumber daya yang dikonsumsi.
2. Perubahan
yang cepat dalam hal pola konsumsi sumberdaya.
3. Perubahan
teknologi dan perubahan budaya lainnya.
Ecological
footprint (jejak ekologi) adalah suatu metode penghitungan sumberdaya yang
memperkirakan konsumsi sumberdaya alam dan penyerapan limbah yang diperlukan
sebuah populasi manusia atau kegiatan ekonomi dalam bentuk :
1. Luas
lahan area produktif (Wackernagel and Rees, 1996). Analisis jejak ekologi ini
menghitung dampak aktifitas manusia terhadap alam. Metode ini mampu menjawab
pertanyaan dasar pembangunan berkelanjutan, yaitu seberapa besar sumberdaya
alam yang telah digunakan manusia dibandingkan dengan ketersediaannya sehingga
konsep ini dapat membantu mencapai pembangunan keberlanjutan. Menurut
Wackernagel et.al. (2005) penelitian tentang jejak ekologi merupakan salah satu
upaya mendukung keberhasilan pemerintah nasional ataupun lokal dalam membantu
penduduknya hidup berkecukupan baik sekarang maupun dimasa depan. Walaupun
keberadaan modal alami, kemampuan alam untuk menyediakan sumber daya dan
pelayanan ekologi bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan ini. Namun tanpa modal
alami, visi tersebut menjadi tidak mungkin untuk diwujudkan. Hasil penelitian
Globalfootprint Network tahun 2006 dengan populasi penduduk dunia 6,6 milyar
jiwa, menunjukan total biocapacity (kapasitas produksi secara hayati) adalah
11,9 milyar global hektar (gha) atau 1,8 gha perkapita, sedangkan total jejak
ekologi adalah 17,1 milyar gha atau 2,6 gha perkapita. Hal ini berarti
rata-rata penduduk bumi mengalami defisit 0,8 gha, yang berarti diperlukan 1,44
planet bumi untuk menopang kehidupan manusia. Penggunaan bumi berdasarkan jejak
ekologi tahun 2006 adalah jejak karbon (carbon footprint) sebanyak 9,1 milyar
gha, jejak pertanian (cropland footprint) 3,7 gha, jejak hutan (forest
footprint) 1,8 gha, jejak penggembalaan (grazingfootprint) 1,4 gha, jejak perikanan
(fisheries footprint) 0,6 gha dan jejak terbangun (build footprint) 0,4 gha (Globalfootprint network, 2006).
2. Jika
konsumsi manusia lebih besar dari biokapasitas alam akan mengakibatkan
kerusakan lingkungan akibat ekstraksi sumberdaya alam yang berlebihan dan akan
menurunkan kemampuan alam dalam mendukung kebutuhan hidup manusia. Salah satu
konsumsi yang besar pengaruhnya dalam perhitungan jejak ekologi adalah konsumsi
pangan (Wackernagel and Rees, 1996). Jejak makanan (food footprint) menghitung
dampak aktifitas konsumsi pangan manusia terhadap alam. Dampak meliputi area
lahan yang dibutuhkan untuk memproduksi biomassa, lahan hutan untuk menyerap
sampah dan CO2 dalam produksi tersebut dan lahan perairan dalam memproduksi
perikanan. Semakin jauh lokasi sumber pangan dengan konsumen dan semakin sering
mengkonsumsi pangan kemasan, maka semakin besar pula luasan lahan yang
diperlukan untuk memenuhinya(Bond, 2002).
Penghitungan
ekologi Footprint selalu didasarkan dengan lima asumsi (venetoulis dan thalberth,
2005) sebagai berikut :
1. Sangat
mungkin menelusuri jejak hampir seluruh sumber daya yang dikonsumsi orang dan
limbah yang dihasilkannya. Informasi ini dapat ditemukan di kantor statistic.
2. Hampir
semua sumber daya dan aliran limbah dapat dikonfersi menjadi area produktif
biologis yang dibutuhkan untuk memelihara aliran tersebut.
3. Perbedaan
area dapat diekspresikan dalam satu unit yang sama (hektar atau are) yang
disebut dengan skala proporsional produktivitas biomassa.
4. Sesudah
setiap ukuran lahan distandarisasi yang menunjukan jumlah yang sama dari
produktivitas biomassa, maka dapat ditambah dengan jumlah permintaan yang
ditunjuk oleh manusia.
5. Area
bagi total untuk permintaan manusia ini dapat dibandingkan dengan jasa ekologis
yang ditawarkan alam, saat itulah kita dapat menaksir area produktif diatas
planet.
C.
Kebutuhan Lahan perorang
pertahun berdasarkan kriteria di Indonesia
Tabel 1. Kebutuhan Lahan perorang pertahun berdasarkan kriteria
No
|
Kebutuhan Lahan
|
Jumlah (Ha/ orang)
|
Persentase
|
1
|
Lahan energi
|
0.201
|
25.70
|
2
|
Lahan terdegradasi
|
0.26
|
33.30
|
3
|
Kebun
|
0.026
|
3.33
|
4
|
Lahan pertanian
|
0.013
|
1.66
|
5
|
Lahan peternakan
|
0.072
|
9.21
|
6
|
Hutan
|
0.21
|
26.90
|
Total Kebutuhan Lahan
|
0.78
|
100
|
Sumber : Laporan Final Kajian daya Dukung Lingkungan P.Jawa, Jakarta PT.
Lemtek Konsultan Indonesia, 2007.
Rincian asumsi untuk menetapkan kebutuhan lahan perorang adalah :
1. Kebutuhan pangan adalah
berdasarkan 4 sehat 5 sempurna.
2. Kebutuhan papan digunakan
standart T 76 perumahan dept. PU :90 m2 untuk keluarga terdiri dari 3 orang
atau 20-30 m2 per orang.
3. Kebutuhan transfortasi
setara 120 kg beras /tahun
4. Kebutuhan energi setara
120 kg beras / tahun
5. Kebutuhan untuk daur
ulang (air, CO2, limbah/sampah lainnya) setara dengan 120 liter air/hari untuk
kemampuan hutan mendaur ulang air 0.3 liter air untuk setiap 1 liter dengan
tinggi curah hujan rata-rata 2000-2500 mm dan 56 kg CO2 perhektar hutan serta
keanekaragaman hayati.
Manusia
hidup butuh PANGAN yang didapatkan dari proses BUDIDAYA TANAMAN, yang butuh
lahan yang luas. Luasan lahan pertanian di Indonesia saat ini mengalami
penciutan akibat perubahan fungsi.
Daya
dukung bumi (earth carrying capacity) secara spasial berhubungan dengan
ketersediaan lahan dimana suatu komunitas tinggal. Konsep kapasitas daya dukung
bumi tersebut mengukur besaran maksimum populasi yang mampu ditopang secara
berkelanjutan oleh luasan area tertentu di bumi.
Analisis EF (ecological
footprint) sendiri tampaknya beranjak dari pemikiran yang sederhana, yakni
kapasitas daya dukung area (lahan) produktif (biocapacity) untuk hidup
manusia. Lahan produktif itu hanya berupa daratan dan perairan, yang sebenarnya
pun tak bisa dimanfaatkan keseluruhannya. Jadi berapa yang bisa diambil dari
alam oleh manusia untuk hidup dan berapa sampah yang harus kembali dibuang ke
alam oleh manusia dalam cakupan wilayah tertentu. Eksploitasi oleh manusia dari
alam itu bisa dalam bentuk dan berbagai macam kegiatan, misal makan, transport,
energi, dan sebagainya. Besaran area analisisnya adalah populasi penduduk yang bisa
sangat bervariasi, mulai dari individu atau keluarga, atau melebar mulai dari
kota, wilayah, negara, atau bahkan seluruh bumi. Kondisi saat
ini pun diketahui bahwa kapasitas penggunaan alam untuk
hidup manusia telah 23% melampui kemampuan regenerasi bumi itu sendiri. Dalam
istilah EF, kelebihan dari kemampuan daya dukung alam ini disebut overshoot.
Mengutip temuan
Mathis Wackernagel dkk. bahwa individu di bumi ini saat ini mengambil jatah
rata-rata sekitar 2.2 ha, namun karena ada hak pula dari makhluk lain yang
dinamakan “earth share”, maka jatah manusia sebenarnya tinggal 1.87 ha. Untuk
kasus saat ini saja, penduduk bumi telah berhutang hampir 0.4 ha. Dari beberapa
laporan studi ternyata juga terlihat bahwa makin majunya sebuah negara makin
besar jejak ekologi yang harus dibayarnya. UAE 11.9, Amerika 9.5 ha, Inggris
5.45 ha, Wales 4.45 ha, Swiss 4 ha, Indonesia 1.1 ha, dan Bangladesh rata2 0.5 ha.
Membacanya, untuk menuruti gaya hidup orang Amerika, maka area yang mereka huni
harus dijembarkan menjadi 9.5 kalinya sekarang. Mereka juga telah mengalami apa
yang dinamakan ecological deficit, sedang orang Bangladesh boleh lah
disebut memiliki ecological reserve. istilah ini digunakan untuk
membandingkan jejak ekologi dan kapasitas biologinya.
Beberapa faktor
yang menjadi komponen penghitungan adalah bagaimana jejak rantai makanan (food),
tempat berteduh (shelter), perjalanan untuk berkegiatan (mobility),
barang (goods), jasa (service). Dari 5 jejak ini terasa
mobilitas, makanan, dan perumahan mendapat porsi penyelidikan yang besar.
Sebaliknya barang dan jasa hanya sekelumit mendapat penilaian.
Jejak Ekologiku
Jejak ekologi adalah satu
sistem yang mengukur seberapa banyak tanah dan air yang diperlukan populasi
manusia untuk menghasilkan sumber yang mereka habiskan dan menyerap limbah yang
dihasilkannya. (Wackernagel & Rees, 1996)
Lembar kerja
berikut adalah perhitungan kasar yg menunjukkan seberapa besar jejak ekologi
saya dan bagaiman pilihan yang saya buat menjadikan jejak ekologis saya
menyusut atau meluas.
1. Dalam hitungan jejak
ekologi (ecological footprint), kita bisa menilai sejauhmana tingkat konsumsi
kita mempengaruhi kualitas lingkungan hidup kita dan tentu saja berapa besar
kemudian korban yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan hidup yang bersumber
dari pola konsumsi. Hitungan jejak ekologi ini memang cara menghitung dengan
cepat dan relatif akurat untuk perseorangan yang bisa dihitung perbulan atau
pertahun, dan tentu saja ini bisa diterapkan dimana saja termasuk di Indonesia
yang tingkat kerusakan ekologinya begitu tinggi. Hasil dari hitungan ecological
footprint kita mungkin akan sangat mengagetkan, tapi hitungan ini sekaligus
bisa menjadi “alat” bagi kita untuk mulai mengurangi tingkat konsumerisme dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Jejak
ekologi pribadi saya adalah 6,96 Hektar. Berarti jejak ekologi saya telah
melebihi standar yang ada. Sekarang tinggal saya berusaha meminimalisir hal-hal
dalam kehidupan saya agar tidak merusak lingkungan yang telah diciptakan ini.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar